“Tak ada yang lain?” kata Profesor McGonagall setelah diam sesaat, ketika jelas bahwa Harry sudah selesai. “Tidak ada hal yang lain lagi yang terjadi padamu?”
“Aku tahu itu terdengar tak seberapa,” Harry membela. “Tapi itu adalah salah satu dari momen-momen kehidupan yang penting, kamu tahu? Maksudku, aku tahu bahwa tak memikirkan tentang sesuatu tak akan mencegahnya dari terjadi, aku tahu itu, tapi aku bisa lihat bahwa Mum benar-benar berpikir demikian.” Harry berhenti, berjuang melawan marah yang berusaha naik lagi ketika ia memikirkannya. “Dia tidak mau mendengarkan. Aku mencoba memberitahunya, aku memohon padanya untuk tak menyuruhku keluar, dan dia hanya tertawa. Semua yang aku katakan, dianggapnya sebagai suatu gurauan besar тАж .” Harry memaksa murka hitamnya untuk turun lagi. “Di saat itulah aku sadar bahwa tiap orang yang harusnya melindungiku adalah benar-benar gila, dan bahwa mereka tidak akan mendengarkan aku entah seberapa banyak aku memohon mereka, dan bahwa aku tak akan pernah mengharapkan mereka untuk menyelesaikan sesuatu dengan benar.” Terkadang maksud baik itu tak cukup, terkadang kamu harus jadi waras тАж .
Ada kesunyian panjang.
Harry mengambil kesempatan untuk bernapas dalam-dalam dan menenangkan dirinya. Tidak ada artinya marah. Tidak ada artinya marah. Semua orangtua memang seperti itu, tidak ada orang dewasa yang akan menurunkan diri mereka sendiri sebegitu jauh sampai ke level setara anak kecil dan mendengarkan, orangtua genetisnya juga tidak ada bedanya. Kewarasan hanyalah satu titik kecil cahaya di tengah malam, suatu pengecualian yang teramat langka dalam aturan kegilaan, jadi tidak ada artinya marah.
Harry tidak menyukai dirinya sendiri waktu dia marah.
“Terima kasih sudah berbagi tentang hal itu, Tn. Potter,” kata Profesor McGonagall setelah beberapa saat. Ada pandangan abstrak di wajahnya (hampir sama persis seperti pandangan yang muncul di wajah Harry sendiri ketika dia bereksperimen dengan kantongnya, kalau saja Harry sempat melihat dirinya sendiri di kaca untuk menyadari hal ini). “Aku harus memikirkan tentang hal ini.” Dia berbalik menghadap mulut lorong, dan mengangkat tongkatnyaтФА
“Um,” kata Harry, “bisakah kita pergi membeli kotak penyembuhnya sekarang?”
Sang penyihir berhenti, dan melihat balik pada dia dengan tegap. “Dan kalau aku bilang tidakтФАbahwa itu terlalu mahal untukmu dan kamu tak akan membutuhkannyaтФАlalu apa?”
Wajah Harry berpilin dalam pahit. “Persis seperti yang kamu pikirkan Profesor McGonagall. Persis seperti yang kamu pikirkan. Aku akan menyimpulkan bahwa kamu adalah orang dewasa gila lain yang tak bisa diajak bicara, dan aku akan tetap mulai merencanakan bagaimana caranya untuk memperoleh kotak penyembuh.”
“Aku adalah walimu dalam perjalanan ini,” Profesor McGonagall berkata dengan rona bahaya. “Aku tidak akan mengizinkanmu memaksakan kehendakmu sendiri.”
“Aku mengerti,” kata Harry. Dia menjaga agar kemarahan tidak memasuki suaranya, dan tak mengatakan hal lain yang ada di pikirannya. Profesor McGonagall sudah mengatakan bahwa dia harus bisa berpikir dulu sebelum berbicara. Dia mungkin akan melupakannya besok, tapi paling tidak dia bisa mengingatnya untuk lima menit.
Tongkat sihir si penyihir membuat lingkaran tipis di tangannya, dan suara-suara Diagon Alley kembali lagi. “Baiklah, anak muda,” katanya. “Ayo kita beli kotak penyembuh itu.”
Rahang Harry terjatuh karena kaget. Kemudian dia buru-buru mengejar, dan nyaris tersandung dalam ketergesaannya.
*
Toko itu masih sama seperti saat mereka meninggalkannya, benda-benda yang bisa dikenali dan yang tidak bisa dikenali masih tertata di pajangan kayu miring, cahaya abu masih melindunginya dan si gadis pelayan toko sudah kembali ke tempatnya semula. Si gadis pelayan toko melihat ke atas saat mereka mendekat, wajahnya menunjukkan keterkejutan.
“Aku minta maaf,” katanya ketika mereka mendekat, dan Harry berbicara pada saat yang nyaris bersamaan, “Aku mohon maaf untukтАУ”
Mereka menjauh dan melihat satu sama lain, dan kemudian si gadis pelayan toko tertawa kecil. “Aku tak bermaksud untuk membuatmu dapat masalah dengan Profesor McGonagall,” katanya. Suaranya merendah berkonspirasional. “Aku harap dia tidak terlalu kejam padamu.”
“Della!” kata Profesor McGonagall, terdengar seolah merasa dipermalukan.
“Kantong emas,” Harry berkata pada kantongnya, dan kemudian melihat ke atas lagi memandang si gadis pelayan toko sembari menghitung lima Galleon. “Jangan khawatir, aku paham kalau dia hanya kejam padaku karena dia menyayangiku.”
Dia menghitung lima Galleon pada si gadis pelayan toko selagi Profesor McGonagall mengoceh sesuatu yang tak penting. “Satu Kotak Penyembuhan Darurat Plus, tolong.”
Sebenarnya terasa sedikit menakutkan melihat bagaimana Mulut Melebar menelan kotak medis berukuran koper. Harry tak bisa menutupi rasa penasarannya tentang bagaimana kalau dia sendiri mencoba masuk ke dalam kantong mokeskin, mengingat bahwa satu-satunya orang yang memasukkanlah yang bisa mengeluarkannya lagi.
Waktu si kantong sudah selesai тАж memakan тАж pembelian yang susah payah didapatnya, Harry bersumpah dia mendengar suara sendawa kecil sesudahnya. Itu haruslah sesuatu yang dimantrakan dengan sengaja. Hipotesis alternatifnya terlalu menakutkan untuk dipikirkan тАж bahkan Harry tidak bisa memikirkan hipotesis alternatif lainnya. Harry melihat lagi ke Profesor, saat mereka sekali lagi berjalan melewati Diagon Alley. “Kemana lagi sekarang?”
Profesor McGonagall menunjuk ke satu toko yang terlihat seperti terbuat dari daging bukannya bata dan ditutupi bulu bukannya cat tembok. “Hewan peliharaan kecil diizinkan dalam HogwartsтАУkamu bisa membeli burung hantu untuk mengirim surat, misalnyaтАУ”
“Bisakah aku membayar Knut atau bagaimana dan menyewa satu burung hantu waktu aku ingin mengirim surat?”
“Ya,” kata Profesor McGonagall.
“Kalau begitu aku pikir secara empatis tidak.”
Profesor McGonagall mengangguk, seperti sedang menandai satu poin. “Boleh aku bertanya kenapa tidak?”
“Aku pernah satu kali memelihara batu. Dia mati.”
“Kamu berpikir tak mampu merawat binatang peliharaan?”
“Aku mampu,” kata Harry, “tapi aku akan jadi obsesif sepanjang hari tentang apakah aku ingat untuk memberinya makan di hari itu atau apakah dia perlahan kelaparan di kandangnya, bertanya-tanya di mana majikannya berada dan kenapa tidak ada makanan.”
“Burung hantu malang,” si penyihir dewasa berkata dalam suara lembut. “Ditinggalkan begitu saja. Aku penasaran apa yang akan dia lakukan.”
“Yah, aku kira dia akan jadi benar-benar lapar dan mulai mencoba mencakar jalannya keluar dari sangkarnya atau kotak atau apapun, walau dia mungkin tidak akan terlalu beruntung dengan ituтАУ“Harry tiba-tiba berhenti.
Si penyihir terus melanjutkan, masih dalam suara lembut. “Dan apa yang akan terjadi selanjutnya?”
“Maaf,” kata Harry, dan dia menggapai dan membawa Profesor McGonagall dengan tangan, lembut tapi tegas, dan menariknya ke dalam lorong lain; setelah menghindari sebegitu banyak pengucap-selamat prosesnya sudah hampir tak terasa jadi kebiasaan. “Tolong lemparkan mantra peredam suara itu.”
“Quietus.”
Suara Harry bergetar. “Burung hantu itu tidak menggambarkan diriku, orangtuaku tidak pernah mengunciku dalam lemari dan meninggalkanku kelaparan, aku tidak punya ketakutan ditinggalkan dan aku tidak suka jalur pikiranmu, Profesor McGonagall!”
Si penyihir melihat ke bawah padanya dengan muram.“Dan pikiran macam apa itu, Tn. Potter?”
“Kamu pikir kalau aku,” Harry punya kesulitan mengucapkannya, “Kalau aku dianiaya?”