Pertanyaan terkahir yang ayah Harry tanyakan, mengangkat pandangan dari Tegukan dan Ramuan Magis dengan ekspresi kemuakkan bingung, adalah apakah itu semua masuk akal bila kamu adalah seorang penyihir; dan Harry sudah menjawab tidak.
Yang kemudian ayahnya menyatakan kalau sihir itu tak ilmiah.
Harry masih sedikit terkejut pada gagasan dari menunjuk ke arah satu bagian dari realitas dan menyebutnya tak ilmiah. Dad sepertinya berpikir bahwa konflik antara intuisinya dan alam semesta berarti bahwa alam semesta memiliki suatu masalah.
(Meski begitu, ada banyak fisikawan yang berpikir bahwa mekanika kuantum itu aneh, bukannya mekanika kuantum itu normal dan mereka yang aneh.)
Harry tadi menunjukkan pada ibunya kotak penyembuh yang dia beli untuk disimpan di rumah mereka, walau kebanyakan dari ramuan-ramuan tidak akan bekerja untuk Dad. Mum memandangi kotak itu dalam suatu cara membuat Harry bertanya apakah saudari Mum pernah membelikan sesuatu yang seperti itu untuk Kakek Edwin dan Nenek Elaine. Dan ketika Mum masih belum menjawab, Harry dengan cepat berkata bahwa dia pasti cuma tak pernah terpikir tentang hal itu. Dan kemudian, akhirnya, dia lari dari ruangan.
Lily Evans mungkin belum pernah memikirkannya, itulah yang menyedihkan. Harry tahu bahwa orang lain memiliki kecenderungan untuk tak berpikir tentang subjek-subjek menyakitkan, dalam cara yang sama mereka memiliki kecenderungan untuk tidak dengan sengaja meletakkan tangan mereka pada pembakar kompor merah panas; dan Harry mulai mencurigai bahwa kebanyakan Muggleborns dengan cepat memiliki suatu kecenderungan untuk tidak berpikir tentang keluarga mereka, yang lagipula seluruhnya akan mati sebelum mereka mencapai abad pertama mereka.
Bukannya Harry memiliki niat sedikit pun untuk membiarkan itu terjadi, tentu saja.
Dan kemudian itu adalah akhir hari pada Desember 24 dan mereka berkendara ke makan malam Malam Natal mereka.
*
Rumahnya besar, bukan oleh standar Hogwarts, tapi jelas oleh standar yang bisa kamu dapatkan jika ayahmu adalah seorang profesor ternama yang mencoba hidup di Oxford. Dua lantai bata berkilauan dalam matahari yang terbenam, dengan jendela-jendela di atas jendela-jendela dan satu jendela tinggi yang naik lebih jauh daripada yang seharusnya bisa dijangkau oleh kaca, itu akan jadi suatu ruang tamu yang sangat besar тАж .
Harry mengambil napas dalam, dan membunyikan doorbell.
Ada panggilan jauh “Sayang, bisakah kau bukakan pintu?”
Ini diikuti oleh ketukan langkah yang mendekat perlahan.
Dan kemudian pintunya membuka untuk pria bersahabat, yang berpipi tembam dan merah dan berambut menipis, dalam pakaian biru terkancing yang sedikit tegang di bagian jahitannya.
“Dr. Granger?” kata ayah Harry dengan cepat, bahkan sebelum Harry bisa bicara. “Aku Michael, dan ini Petunia dan putra kami Harry. Makanannya ada di koper ajaib,” dan Dad membuat gerakan tak jelas ke belakangnyaтАУtak benar-benar ke arah koper, ternyata.
“Ya, mari, silakan masuk,” kata Leo Granger. Dia melangkah maju dan mengambil botol anggurnya dari tangan sang Profesor yang terulur, dengan gumamam “Terima kasih,” dan kemudian melangkah mundur dan mengayun ke arah ruang tamu. “Silakan duduk. Dan,” kepalanya menunduk untuk berbicara pada Harry, “seluruh mainannya ada di bawah di basement, aku yakin Herm akan turun sebentar lagi, itu di pintu pertama sebelah kananmu,” dan menunjuk ke arah satu lorong.
Harry hanya memandang padanya untuk sesaat sadar bahwa dia menghalangi orangtuanya dari masuk.
“Mainan?” kata Harry dalam suara riang, bernada tinggi, dengan matanya lebar. “Aku suka mainan!”
Ada suatu tarikan napas dari ibunya di belakangnya, dan Harry melangkah masuk ke dalam rumah, berhasil tak menghentak terlalu keras saat dia berjalan.
Ruang tamunya adalah sama luas seperti yang terlihat dari luar, dengan suatu langit-langit kubah besar yang bergantung tempat lilin raksasa, dan suatu pohon Natal yang pasti adalah suatu pembunuhan untuk dimanuverkan melewati pintu. Tingkat lebih rendah dari pohon itu dengan sepenuhnya dan hati-hati didekorasi dengan pola merah dan hijau dan emas yang rapi, dengan suatu percikan biru dan perunggu; bagian tinggi yang hanya bisa dijangkau seorang dewasa yang dengan ceroboh, digantungi dengan rangkaian lampu-lampu dan karangan kertas perak. Satu lorong terbentang sampai berakhir dalam lemari-lemari dapur, dan tangga kayu dengan pegangan metal yang memanjang sampai ke lantai kedua.
“Gosh!” kata Harry. “Ini adalah sebuah rumah besar! Aku harap aku tak akan tersesat di sini!”
*
Dr. Roberta Granger merasa cukup cemas saat waktu makan malam mendekat. Kalkunnya dan panggangannya, kontribusi mereka sendiri pada proyek bersama itu, dengan lancar sedang dimasak di dalam oven; makanan lainnya nanti akan disiapkan oleh para tamu mereka, keluarga Verres, yang mengadopsi seorang bocah bernama Harry. Yang dikenal di dunia sihir sebagai Anak Laki-Laki yang Bertahan Hidup. Dan yang juga adalah satu-satunya bocah yang pernah Hermione sebut “imut”, atau perhatikan sedikit pun, sebenarnya.
Para Verreses sudah berkata bahwa Hermione adalah satu-satunya anak dalam kelompok umur Harry yang eksistensinya pernah diakui oleh anak mereka dalam cara apa pun.
Dan ini mungkin sedikit terburu-buru hanya sedikit; tapi kedua pasangan memiliki kecurigaan yang menyelinap bahwa lonceng pernikahan bisa jadi berdentang dalam beberapa tahun sepanjang perjalanan ke depan.
Jadi sementara Hari Natal akan dihabiskan, seperti biasanya, dengan keluarga suaminya, mereka memutuskan untuk menghabiskan Malam Natal bertemu dengan yang bisa jadi merupakan calon mertua putri mereka.
Bel pintunya berdering sementara dia sedang di tengah-tengah mengolesi kalkunnya, dan dia menaikkan suaranya dan berteriak, “Sayang, bisakah kau bukakan pintu?”
Ada suatu rintihan kursi dan penghuninya, dan kemudian ada suara langkah kaki berat suaminya dan pintu yang terayun membuka.
“Dr. Granger?” kata suara lincah seorang pria lebih tua. “Aku Michael, dan ini Petunia dan putra kami Harry. Makanannya ada di kopor ajaib.”
“Ya, mari, silakan masuk,” kata suaminya, diikuti suatu gumamam “Terima kasih,” yang menandakan bahwa suatu hadiah sudah diterima, dan “Silakan duduk.” Kemudian suara Leo berubah menjadi suatu nada entusiasme buatan, dan berkata, “Dan seluruh mainannya ada di bawah di basement, aku yakin Herm akan turun sebentar lagi, itu di pintu pertama sebelah kananmu.”
Ada satu jeda singkat.
Kemudian suatu suara cerah seorang bocah muda berkata, “Mainan? Aku suka mainan!”
Ada suara langkah-langkah kaki memasuki rumah, dan kemudian suara cerah yang sama berkata, “Gosh! Ini adalah sebuah rumah besar! Aku harap aku tak akan tersesat di sini!”
Roberta menutup ovennya, tersenyum. Dia sedikit cemas tentang bagaimana surat-surat Hermione menjelaskan sang Anak Laki-Laki yang Bertahan HidupтАУwalau jelas putrinya tidak mengatakan satu hal pun yang menyatakan bahwa Harry Potter itu berbahaya; tak satu pun seperti petunjuk-petunjuk kegelapan yang tertulis dalam buku-buku yang sudah dibeli oleh Roberta, yang harusnya untuk Hermione, selama kunjungan mereka ke Diagon Alley. Putri mereka tak mengatakan banyak, hanya bahwa Harry berbicara seolah dia keluar dari buku, dan Hermione belajar lebih keras daripada yang pernah dia lakukan dalam hidupnya hanya untuk tetap ada di depan Harry dalam kelas. Tapi dari suaranya tadi, Harry Potter adalah bocah umur-sebelas-tahun biasa.
Dia sampai ke pintu depan tepat saat putrinya datang berdentum panik menuruni tangga dalam kecepatan yang tak terlihat aman sama sekali, Hermione mengaku kalau para penyihir lebih tahan terhadap jatuh tapi Roberta tak cukup yakin dia mempercayai ituтАУ