Выбрать главу

“Salah! Aku menginginkan rahasia dari keabadian sang Pangeran Kegelapan dengan maksud menggunakannya untuk semua orang!”

*

Tick, crackle, fzzzt…

Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore yang berdiri di sana dan menatap ke arah Harry dengan mulutnya terbuka bodoh.

(Harry menghadiahi dirinya sendiri satu tanda angka untuk Senin, karena dia berhasil meledakkan pikiran seseorang sepenuhnya sebelum hari berakhir.)

“Dan semisal itu belum jelas,” kata Harry, “dengan semua orang maksudku seluruh Muggle juga, bukan hanya seluruh penyihir.”

“Tidak,” kata si penyihir tua, menggelengkan kepalanya. Suaranya naik. “Tidak, tidak, tidak! Ini kegilaan!”

“Bwa ha ha!” kata Harry.

Wajah si penyihir tua ketat dengan kemarahan dan kecemasan. “Voldemort mencuri buku yang dari mana dia memperoleh rahasianya; itu tak ada di sana sewaktu aku pergi mencarinya. Tapi sejauh ini aku tahu, dan sejauh ini akan kuberi tahu kepadamu: keabadiannya terlahir dari suatu ritual mengerikan dan Kegelapan, lebih hitam dari hitam terpekat! Dan adalah Myrtle, Myrtle malang, yang mati karenanya; keabadiannya membutuhkan pengorbanan, itu membutuhkan pembunuhanтАУ”

“Yah jelas aku tak akan mempopulerkan suatu metode keabadian yang memerlukan membunuh orang! Itu akan menyangkal seluruh tujuannya!”

Ada suatu jeda terkejut.

Dengan perlahan wajah si penyihir tua mengendur dari kemarahannya, walau kecemasan itu masih tetap di sana. “Kamu tak akan memakai ritual yang memerlukan pengorbanan manusia.”

“Aku tak tahu apa yang kau anggap dariku, Kepala Sekolah,” kata Harry dengan dingin, kemarahannya sendiri meningkat, “tapi mari jangan lupakan kalau akulah yang menginginkan orang-orang untuk hidup! Yang ingin menyelamatkan semua orang! Kamulah yang berpikir kalau kematian itu keren dan semua orang harus mati!”

“Aku benar-benar kehilangan kata-kata, Harry,” kata si penyihir tua. Kakinya sekali lagi tertatih di sepanjang kantor anehnya. “Aku tak tahu apa yang harus dikatakan.” Dia mengambil sebuah bola kristal yang seolah menggenggam satu tangan dalam api, melihat ke dalamnya dengan ekspresi sedih. “Hanya saja aku ini teramat disalahpahami olehmu тАж aku tak ingin semua orang mati, Harry!”

“Kau hanya tak ingin semua orang untuk jadi abadi,” kata Harry dengan ironi yang cukup banyak. Sepertinya tautologi logikal dasar seperti Semua x: Mati(x) = Tidak Ada x: Tidak Mati(x) ada di luar kemampuan panalaran dari penyihir terkuat di dunia.

Si penyihir tua mengangguk. “Aku tak terlalu takut dibanding tadi, tapi masih teramat cemas atasmu, Harry,” katanya perlahan. Tangannya, sedikit keriput oleh waktu, tapi masih kuat, menempatkan bola kristal dengan pasti kembali ke tempatnya. “Karena ketakutan terhadap kematian adalah hal yang pahit, suatu penyakit dari jiwa yang membuat orang-orang terpelintir dan bengkok. Voldemort bukanlah satu-satunya Penyihir Kegelapan yang menjalani jalan suram itu, walau aku takut kalau dia sudah mengambilnya lebih jauh daripada mereka yang sebelumnya.”

“Dan kau pikir kau tak takut terhadap kematian?” kata Harry, bahkan tak mencoba menutupi keraguan di dalam suaranya.

Wajah si penyihir tua penuh damai. “Aku tidak sempurna, Harry, tapi aku pikir aku sudah menerima kematianku sendiri sebagai bagian dari diriku.”

“Uh huh,” kata Harry. “Lihat, ada hal kecil ini yang disebut dengan disonansi kognitif, atau dalam Bahasa Inggris yang lebih sederhana, anggur masam. Jika orang-orang dipukul di kepala dengan pentungan sekali sebulan dan tak ada yang melakukan apa pun tentangnya, suatu saat akan ada beragam filsuf, berpura-pura bijak seperti yang kamu sebut, yang menemukan beragam keuntungan luar biasa dari dipukul di kepala dengan sebuah pentungan sekali sebulan. Seperti, itu membuatmu lebih tangguh, atau itu membuatmu lebih bahagia pada hari-hari ketika kamu tidak dipukul dengan pentungan. Tapi jika kamu menemui seseorang yang tidak kena pukulan, dan menanyai mereka apakah mereka ingin memulai, sebagai ganti seluruh keuntungan luar biasa itu, mereka akan mengatakan tidak. Dan jika kamu tidak harus mati, tapi kamu datang dari suatu tempat yang tak seorang pun bahkan pernah mendengar kematian, dan aku menyarankan kepadamu kalau adalah suatu gagasan yang luar biasa bagus untuk orang-orang menjadi keriput dan tua dan suatu ketika menghilang, wah, kau pasti akan melemparkanku langsung ke rumah sakit jiwa! Jadi kenapa ada yang mungkin memikirkan gagasan apa pun yang sebegitu bodohnya bahwa kematian adalah hal yang bagus? Karena kau takut atasnya, karena kau tak benar-benar ingin mati, dan bahwa memikirkannya menyakitkan di dalammu hingga kamu harus merasionalisasinya, melakukan sesuatu untuk mematirasakan kesakitan itu, supaya kamu tak perlu memikirkannyaтАУ”

“Tidak, Harry,” kata si penyihir tua. Wajahnya lembut, tangannya menjajaki suatu kolam air bercahaya yang membuat dentingan musikal kecil saat jemarinya mengaduknya. “Walau aku bisa memahami kenapa kamu harus berpikir seperti itu.”

“Apa kamu ingin memahami para Penyihir Kegelapan?” kata Harry, suaranya sekarang keras dan suram. “Maka lihat ke dalam bagian dari dirimu yang lari bukan dari kematian tapi dari ketakutan atas kematian, yang mendapati ketakutan itu sebegitu tak tertahankan hingga dia akan memeluk Kematian sebagai teman dan menyamankan diri dengannya, mencoba menjadi satu dengan malam hingga dia bisa memikirkan dirinya sendiri sebagai penguasa jurang. Kau baru saja mengambil yang paling mengerikan dari seluruh kejahatan dan menyebutnya baik! Dengan hanya suatu pelintiran kecil bagian yang sama dari dirimu akan membunuh orang tak bersalah, dan menyebutnya persahabatan. Jika kamu bisa menyebut bahwa kematian itu lebih baik dari kehidupan maka kamu bisa memelintir kompas moralmu untuk menunjuk ke arah mana sajaтАУ”

“Aku pikir,” kata Dumbledore, menggoyangkan tetesan air dari tangannya pada suara deringan lonceng-lonceng kecil, “bahwa kau memahami Penyihir Kegelapan dengan amat baik, dan tanpa menjadi salah satu dari mereka.” Itu dikatakan dalam keseriusan sempurna, dan tanpa penuduhan. “Tapi pemahamanmu atasku aku takut, adalah teramat kurang.” Si penyihir tua tersenyum sekarang, dan ada suatu tawa lembut di suaranya.

Harry mencoba untuk tak menjadi lebih dingin dari yang sudah dia rasakan; dari suatu tempat tercurah ke dalam pikirannya suatu amarah membara kebencian, pada peremehan Dumbledore, dan seluruh tawa yang para bodoh tua bijak gunakan sebagai ganti argumen. “Yang menggelikan, kau tahu, aku pikir Draco Malfoy akan jadi semustahil ini untuk diajak bicara, dan bukan malah, dalam kemurnian kekanakannya, dia seratus kali lebih kuat darimu.”

Suatu pandangan kebingungan melintasi wajah si penyhir tua. “Apa maksudmu?”

“Maksudku,” kata Harry, suaranya menggigit, “bahwa Draco benar-benar menganggap kepercayaannya sendiri dengan serius dan memproses kata-kataku bukannya melemparkan mereka keluar jendela dengan tersenyum dengan superioritas lembut. Kamu sebegitu tua dan bijak, kamu bahkan tak memperhatikan satu pun yang kukatakan! Bukan memahami, memperhatikan!”

“Aku sudah mendengarkanmu, Harry,” kata Dumbledore, terlihat sangat khidmat sekarang, “tapi untuk mendengarkan tidak selalu untuk menyetujui. Ketidaksetujuan dikesampingkan, apa yang kamu pikir tidak kumengerti?”

Bahwa jika kamu benar-benar mempercayai adanya akhirat, kamu akan pergi ke St. Mungo’s dan membunuh orangtua Neville, Alice dan Frank Longbottom, sehingga mereka bisa terus melanjutkan ke petualangan besar selanjutnya mereka, bukannya membiarkan mereka tetap ada di tempat ini dalam keadaan rusak merekaтАУ

Harry nyaris, nyaris menjaga dirinya dari mengatakan hal itu dengan lantang.

“Baiklah,” kata Harry dingin. “Aku akan menjawab pertanyaan awalmu, kalau begitu. Kau menanyakan kenapa Penyihir Kegelapan takut terhadap kematian. Berpura-puralah, Kepala Sekolah, bahwa kamu benar-benar percaya adanya jiwa. Berpura-puralah bahwa siapapun bisa memastikan adanya jiwa setiap waktu, berpura-puralah bahwa tak ada yang menangis di pemakaman karena mereka tahu kalau yang mereka kasihi memang masih hidup. Sekarang bisakah kau bayangkan menghancurkan suatu jiwa? Mencabiknya jadi serpihan hingga tak ada yang tersisa untuk pergi ke petualangan besar selanjutnya? Bisakah kau bayangkan betapa mengerikannya hal itu, kejahatan terburuk yang akan pernah dilakukan di dalam sejarah alam semesta, yang akan atasnya kau akan lakukan apa pun untuk mencegahnya dari terjadi bahkan sekali? Karena itulah apa Kematian ituтАУkehancuran dari jiwa!”