Si penyihir tua menatapnya, suatu pandangan sedih di matanya. “Aku kira aku memang memahaminya sekarang,” katanya dalam diam.
“Oh?” kata Harry. “Memahami apa?”
“Voldemort,” kata si penyihir tua. “Aku memahaminya sekarang pada akhirnya. Karena untuk mempercayai bahwa dunia adalah memang seperti itu, kamu harus percaya kalau tak ada keadilan di dalamnya, bahwa itu adalah tenunan kegelapan di intinya. Aku menanyakan padamu kenapa dia menjadi seorang monster, dan kamu tak bisa memberikan alasan. Dan jika aku bisa bertanya padanya, aku kira, jawabannya akan jadi: Kenapa tidak?”
*
Mereka berdiri di sana memandang ke dalam mata masing-masing, si penyihir tua dalam jubahnya, dan si bocah muda dengan bekas luka halilintar di dahinya.
“Katakan padaku, Harry,” kata si penyihir tua, “akankan kamu menjadi seorang monster?”
“Tidak,” kata si bocah, dengan kepastian besi di suaranya.
“Kenapa tidak?” kata si penyihir tua.
Si bocah muda berdiri sangat tegak, dagunya diangkat tinggi dan bangga, dan berkata: “Tak ada keadilan di dalam hukum Alam, Kepala Sekolah, tak ada istilah keadilan dalam persamaan gerakan. Alam semesta itu tidak jahat, atau baik, dia hanya tak peduli. Bintang-bintang tak peduli, atau Matahari, atau langit. Tapi mereka memang tak harus! Kita peduli! Memang ada cahaya di dunia, dan itu adalah kita!”
“Aku penasaran akan jadi seperti apa dirimu nanti, Harry,” kata si penyihir tua. Suaranya lembut, dengan keingintahuan dan penyesalan aneh di dalamnya. “Yang cukup untuk membuatku berharap tetap hidup untuk melihatnya.”
Si bocah membungkuk padanya dengn ironi berat, dan pergi; dan pintu ek terbanting tertutup di belakangnya dengan suatu dentuman.
Chapter 40: Berpura-pura Bijak, Bg 2
Harry, memegang cangkir tehnya dalam cara yang benar-benar tepat yang harus dicontohkan oleh Profesor Quirrell tiga kali, mengambil sesapan kecil, hati-hati. Sepenuhnya di seluruh meja panjang, lebar itulah pusat dari Mary’s Room, Profesor Quirrell mengambil sesapan kecil dari cangkirnya sendiri, membuatnya terlihat jauh lebih alami dan elegan. Tehnya sendiri adalah sesuatu yang namanya Harry bahkan tak bisa lafalkan, atau paling tidak, tiap kali Harry mencoba mengulangi kata-kata Bahasa Cinanya, Profesor Quirrell membenarkannya, sampai akhirnya Harry menyerah.
Harry sudah memanuver dirinya sendiri untuk melihat sekilas ke arah tagihannya terakhir kali, dan Profesor Quirrell membiarkannya melakukan itu.
Dia merasakan suatu dorongan untuk meminum Comed-Tea lebih dulu.
Bahkan mengambil hal itu sebagai pertimbangan, Harry masih benar-benar terkejut.
Dan itu masih terasa di lidahnya seperti, yah, teh.
Ada suatu kecurigaan sunyi, mengganggu di pikiran Harry bahwa Profesor Quirrell mengetahui ini, dan dengan sengaja membeli teh yang luar biasa mahal yang tak bisa Harry hargai hanya untuk membuatnya terganggu. Profesor Quirrell sendiri mungkin tak begitu menyukainya. Mungkin tak ada yang benar-benar menyukai teh ini, dan satu-satunya tujuan untuknya adalah untuk jadi luar biasa mahal dan membuat si korban merasa tak menghargai. Bahkan, mungkin itu benar-benar hanya teh biasa, hanya kau memintanya dalam suatu kode tertentu, dan mereka menempatkan suatu harga raksasa palsu pada tagihannya тАж .
Ekspresi Profesor Quirrell diam dan merenung. “Tidak,” kata Profesor Quirrell, “kamu harusnya tidak memberi tahu sang Kepala Sekolah tentang percakapanmu dengan Lord Malfoy. Tolong coba untuk berpikir lebih cepat kali berikutnya, Tn. Potter.”
“Aku minta maaf, Profesor Quirrell,” kata Harry dengan patuh. “Aku masih tak memahaminya.” Ada beberapa waktu ketika Harry merasa benar-benar seperti seorang penyamar, berpura-pura licik di hadapan Profesor Quirrell.
“Lord Malfoy adalah musuh Albus Dumbledore,” kata Profesor Quirrell. “Paling tidak untuk saat ini. Seluruh Inggris adalah papan catur mereka, seluruh penyihir adalah pion mereka. Pertimbangkan: Lord Malfoy mengancam untuk membuang semuanya, meninggalkan permainannya, untuk mengambil pembalasan dendam atasmu jika Tn. Malfoy terluka. Yang dengan demikian, Tn. Potter тАж ?”
Membutuhkan detik-detik panjang lagi untuk Harry menerimanya, tapi adalah jelas kalau Profesor Quirrell tak akan memberi petunjuk lain lagi, bukannya Harry menginginkan petunjuk itu.
Kemudian pikiran Harry akhirnya sampai pada hubungannya, dan dia mengerutkan dahi. “Dumbledore membunuh Draco, membuatnya terlihat seolah aku yang melakukannya, dan Lucius mengorbankan permainannya melawan Dumbledore untuk mendapatkanku? Itu тАж tak terasa seperti gaya Kepala Sekolah, Profesor Quirrell тАж .” Pikiran Harry berkilat kembali kepada peringatan serupa dari Draco, yang membuat Harry mengatakan hal yang sama.
Profesor Quirrell mengangkat bahu, dan menyesap tehnya.
Harry menyesap tehnya sendiri, dan duduk dalam diam. Taplak meja yang dihamparkan di atas meja dalam suatu pola yang sangat damai, terlihat seolah pada awalnya seperti kain polos, tapi jika kamu menatapnya cukup lama, atau diam cukup lama, kamu mulai melihat jejak-jejak samar bunga-bunga berkilauan di atasnya; tirai di dalam ruangan sudah merubah pola mereka untuk menyamai, dan sepertinya berkelip seolah dalam suatu semilir angin sunyi. Profesor Quirrell ada dalam suatu suasana hati penuh perenungan Sabtu itu, dan demikian juga Harry, dan Mary’s Room, sepertinya, tidak lalai memperhatikan hal ini.
“Profesor Quirrell,” kata Harry tiba-tiba, “apakah ada alam baka?”
Harry memilih pertanyaannya dengan hati-hati. Bukan, apakah anda mempercayai adanya alam baka? tapi hanya Apakah ada alam baka? Apa yang orang-orang benar-benar percayai tak terlihat bagi mereka seperti kepercayaan sama sekali. Orang-orang tak berkata, ‘aku benar-benar mempercayai kalau langit itu biru!’ Mereka hanya berkata, ‘langit itu biru’. Peta batin sejatimu atas dunia hanya terasa seperti keadaan dunia sebenarnya тАж .
Sang Profesor Pertahanan mengangkat cangkirnya ke bibirnya lagi sebelum menjawab. Wajahnya merenung. “Jika ada, Tn. Potter,” kata Profesor Quirrell, “maka cukup banyak penyihir membuang banyak usaha dalam pencarian mereka atas keabadian.”
“Itu bukan benar-benar sebuah jawaban,” Harry memperhatikan. Dia sudah belajar sampai saat ini untuk memperhatikan hal-hal semacam itu ketika berbicara dengan Profesor Quirrell.
Profesor Quirrell menaruh cangkir tehnya dengan satu suara benturan kecil bernada tinggi pada piring cawannya. “Beberapa dari para penyihir itu cukup cerdas, Tn. Potter, sehingga kamu mungkin menganggap kalau eksistensi dari suatu alam baka itu tidak jelas. Aku sudah melihat ke dalam masalah itu sendiri. Memang ada banyak pernyataan-pernyataan semacam itu yang harapan dan ketakutan bisa diharapkan untuk muncul. Di antara laporan-laporan itu yang kebenarannya tidak diragukan, tak ada yang tidak bisa merupakan hasil dari kesihiran biasa. Ada beberapa perangkat tertentu yang disebut-sebut bisa berkomunikasi dengan mereka yang mati, tapi perangkat-perangkat ini, aku curiga, hanya memproyeksikan suatu gambar dari pikiran; hasilnya seolah tak bisa dibedakan dari ingatan karena itu memang ingatan. Yang diduga sebagai roh tak memberi tahu rahasia apa pun yang mereka ketahui selama mareka hidup, atau bisa pelajari setelah kematian, yang tak diketahui oleh si penggunaтАУ”
“Yang adalah kenapa Batu Kebangkitan bukanlah artefak yang paling berharga di dunia,” kata Harry.
“Tepat,” kata Profesor Quirrell, “walau aku tak akan mengatakan tidak pada suatu kesempatan untuk mencobanya.” Ada satu senyuman kering, tipis di bibirnya; dan sesuatu yang lebih dingin, lebih jauh, di dalam matanya. “Kamu berbicara dengan Dumbledore tentang itu juga, aku anggap.”