Sesuatu berkilat di mata Remus, tapi si pria lebih tua menggelengkan kepalanya, dan berkata, “Tidak juga.”
“Itu artinya memang ada sesuatu,” kata Harry.
Senyuman masam itu muncul lagi di bawah kumis kasar itu. “Kamu memiliki sedikit Peter di dalam dirimu sendiri, aku lihat. Tapi itu tidak penting, Harry.”
“Aku seorang Ravenclaw, aku seharusnya tidak melawan godaan rahasia-rahasia. Dan,” kata Harry lebih serius, “jika itu layak untuk Black tertangkap, aku tak bisa menolong kalau itu bisa jadi sesuatu yang penting.”
Remus terlihat cukup tak nyaman. “Aku kira aku bisa memberitahumu ketika kamu lebih tua, tapi sungguh, Harry, itu bukanlah sesuatu yang penting! Hanya sesuatu dari hari-hari sekolah kami.”
Harry tak bisa menempatkan jarinya pada apa yang memberinya petunjuk; itu mungkin sesuatu tentang nada kecemasan yang tepat dalam suara Remus, atau cara si pria mengatakan ketika kamu lebih tua, yang memercikkan lompatan seketika dari intuisi Harry тАж .
“Sebenarnya,” kata Harry, “aku pikir aku sedikit banyak sudah bisa menebaknya, maaf.”
Remus mengangkat alis matanya. “Benarkah?” Dia terdengar sedikit skeptis.
“Mereka dulu sepasang kekasih, bukan begitu?”
Ada suatu jeda canggung.
Remus memberi satu anggukan lambat, serius.
“Sekali,” kata Remus. “Suatu saat yang lalu. Suatu hubungan memilukan, berakhir dalam tragedi yang luas, atau seperti itulah terasa bagi kami semua ketika kami muda.” Kebingungan tak bahagia jelas di wajahnya. “Tapi aku mengira itu sudah lama berakhir dan selesai dan terkubur di bawah persahabatan dewasa, sampai hari di mana Black membunuh Peter.”
Chapter 43: Humanisme, Bg 1
Matahari lembut Januari bersinar di lapangan dingin di luar Hogwarts.
Untuk beberapa murid itu adalah jam belajar, dan yang lain sudah dibiarkan keluar kelas. Para tahun pertama yang sudah mendaftar sedang mempelajari suatu mantra khusus, suatu mantra yang paling baik untuk dipelajari di luar ruangan, di bawah matahari cerah dan suatu langit biru, daripada di dalam batasan ruang kelas mana pun. Kue-kue dan minuman lemon juga dianggap membantu.
Gerakan awal dari mantranya rumit dan akurat; kau menyentakkan tongkat sihirmu sekali, dua kali, tiga kali, dan empat kali dengan sedikit kemiringan pada sudut-sudut relatif yang benar-benar tepat, kau menggerakkan jari telunjuk dan ibu jari pada jarak yang benar-benar tepat тАж .
Kementerian berpikir kalau ini artinya sia-sia untuk mencoba dan mengajarkan siapapun mantra itu sebelum tahun kelima mereka. Ada beberapa kasus yang diketahui dari anak-anak lebih muda yang berhasil mempelajarinya, dan ini dipinggirkan sebagai kasus “jenius”.
Mungkin ini bukanlah suatu cara yang sangat sopan untuk mengungkapkannya, tapi Harry mulai melihat kenapa Profesor Quirrell mengklaim bahwa Komite Kurikulum Kementerian akan memiliki kegunaan yang lebih besar pada para penyihir jika mereka digunakan sebagai limbah timbunan.
Jadi gerakannya rumit dan sulit. Itu tak menghentikanmu dari mempelajarinya saat kamu berumur sebelas. Itu artinya kamu harus jadi ekstra hati-hati dan melatih tiap bagian untuk waktu yang jauh lebih lama dari yang biasanya, cuma itu.
Kebanyakan Mantra yang hanya bisa dipelajari oleh para murid yang lebih tua memang seperti itu karena mereka memerlukan lebih banyak kekuatan sihir daripada yang bisa dikerahkan oleh murid muda mana pun. Tapi Mantra Patronus bukanlah seperti itu, itu tidaklah sukar karena itu memerlukan terlalu banyak sihir, itu sukar karena itu memerlukan lebih dari sekadar sihir.
Itu memerlukan perasaan hangat, bahagia yang kamu jaga tetap dekat dengan hatimu, ingatan cinta, suatu kekuatan jenis berbeda yang tak kamu butuhkan untuk mantra-mantra biasa.
Harry menyentakkan tongkat sihirnya sekali, dua kali, tiga kali dan empat kali, menggerakkan jari-jarinya tepat pada jarak yang benar тАж .
“Semoga sukses di sekolah, Harry. Apakah menurutmu aku sudah membelikanmu cukup buku?”
“Kamu tak akan pernah punya cukup buku тАж tapi kamu jelas berusaha, itu adalah usaha yang sangat, sangat, sangat bagus тАж .”
Itu membawa air mata ke dalam matanya, pertama kali Harry mengingat dan mencoba menempatkkannya ke dalam mantra.
Harry membawa tongkat sihirnya naik dan berputar dan mengacungkannya, suatu gerakan yang tak harus tepat, hanya tegas dan menentang.
“Expecto Patronum!” teriak Harry.
Tak ada yang terjadi.
Tak sekedip cahaya pun.
Ketika Harry mengangkat wajah, Remus Lupin masih mempelajari tongkat sihirnya, suatu pandangan yang cukup terganggu di wajahnya yang berbekas luka samar.
Akhirnya Remus menggelengkan kepalanya. “Aku minta maaf, Harry,” si pria berkata dengan pelan. “Gerakan tongkatmu sudah benar-benar tepat.”
Dan tak ada sekedip cahaya pun di tempat lain, juga, karena seluruh tahun pertama lain yang harusnya melatih Mantra Patronus mereka malah melirik di sudut mata mereka ke arah Harry.
Air mata mengancam untuk kembali lagi ke mata Harry, dan itu bukanlah air mata bahagia. Dari seluruh hal, dari seluruhnya, Harry tak pernah mengharapkan ini.
Ada sesuatu yang benar-benar memalukan tentang diberi tahu kalau kamu tak cukup bahagia.
Apa yang Anthony Goldstein miliki di dalam dirinya yang Harry tak miliki, yang membuat tongkat sihir Anthony bersinar dengan cahaya cerah itu?
Apakah Anthony lebih mencintai ayahnya?
“Pikiran apa yang kau pakai untuk melemparkannya?” kata Remus.
“Ayahku,” kata Harry, suaranya bergetar. “Aku memintanya untuk membelikanku beberapa buku sebelum aku datang ke Hogwarts, dan dia membelikanku, dan seluruh buku itu harganya mahal, dan kemudian dia bertanya padaku apakah semua itu cukupтАУ”
Harry tak mencoba untuk menjelaskan tentang motto keluarga Verres.
“Beristirahatlah sebelum kamu mencoba ingatan yang lain, Harry.” kata Remus. Dia mengisyaratkan ke arah tempat di mana para murid lain yang duduk di tanah, terlihat kecewa atau malu atau menyesal. “Kau tak akan bisa melemparkan Mantra Patronus selagi kamu merasa malu atau tak cukup bersyukur.” Ada perasaan iba lembut dalam suara Tn. Lupin, dan untuk sesaat, Harry merasa seperti dia menabrak sesuatu.
Tetapi Harry berbalik, dan menguntit ke tempat di mana para gagal lain sedang duduk. Para murid lain yang gerakan tongkatnya juga dinyatakan sempurna, dan yang sekarang harusnya mencari pikiran-pikiran lebih bahagia; dari kelihatannya mereka tak membuat cukup banyak kemajuan. Ada banyak jubah-jubah yang berpotongan biru tua, dan sekumpul yang merah, dan satu gadis Hufflepuff yang masih menangis. Para Slytherin bahkan tak repot-repot menampakkan diri, kecuali untuk Daphne Greengrass dan Tracey Davis, yang masih mencoba untuk mendalami gerakannya.
Harry terjatuh ke atas kebekuan mati dari rumput musim dingin, di sebelah murid yang kegagalannya paling mengejutkan Harry.
“Jadi kamu tak bisa melakukannya juga,” kata Hermione. Dia melarikan diri dari lapangan pada awalnya, tapi dia kembali lagi setelahnya, dan kamu harus melihat dekat-dekat pada mata memerahnya untuk mengetahui kalau dia baru saja menangis.
“Aku,” kata Harry, “aku, aku mungkin merasa jauh lebih buruk atasnya jika kamu tidak gagal, kau adalah orang, terbaik yang kutahu, yang pernah kutemui, Hermione, dan jika kamu juga tak bisa melakukannya, itu artinya aku mungkin masih, masih baik тАж .”
“Aku harusnya masuk saja ke Gryffindor,” bisik Hermione. Dia berkedip keras beberapa kali, tapi dia tak menyeka matanya.
*
Si bocah dan si gadis berjalan maju bersama, jelas tidak berpegangan tangan, tapi masing-masing mengambil semacam kekuatan dari kehadiran yang lain, sesuatu yang membuat mereka mengabaikan bisikan-bisikan dari kawan setahun mereka, saat mereka berjalan menyusuri lorong mendekati pintu-pintu besar Hogwarts.
Harry tak mampu melemparkan Mantra Patronus tak peduli pikiran bahagia apa yang dia coba. Orang-orang sepertinya tak terkejut oleh itu, yang membuatnya jauh lebih buruk. Hermione tak mampu melakukannya juga. Orang-orang sangat terkejut oleh itu, dan Harry sudah melihatnya mulai mendapatkan pandangan samping yang sama seperti yang Harry dapatkan. Para Ravenclaw lain yang gagal tidak mendapatkan pandangan itu. Tapi Hermione adalah Jenderal Sunshine, dan para penggemarnya memperlakukan hal itu seolah dia mengecewakan mereka, entah bagaimana, seakan-akan dia melanggar sebuah janji yang tak pernah dia buat.