Ke dalam ruang hampa bangkit ingatan itu, ingatan terburuk, sesuatu yang terlupakan sebegitu lama hingga pola-pola sarafnya harusnya sudah menghilang.
“Lily, bawa Harry dan pergi! Itu dia!” teriak suara seorang pria. “Pergi! Lari! Aku akan menahannya!”
Dan Harry tak bisa menahan untuk berpikir, dalam kedalaman kosong dari sisi gelapnya itu, betapa menggelikan terlalu percaya diri James Potter itu. Menahan Lord Voldemort? Dengan apa?
Kemudian si suara lain berbicara, bernada tinggi seperti desisan teko teh, dan itu seperti es kering yang diletakkan di atas tiap saraf Harry, seperti sejenis metal didinginkan sampai temperatur helium likuid dan diletakkan ke tiap bagian dari dirinya. Dan suara itu berkata:
“Avadakedavra.”
(Tongkat sihir melayang dari jari-jari tak bertenaga si bocah saat tubuhnya mulai mengejang dan terjatuh, mata si Kepala Sekolah melebar penuh kekhawatiran saat dia memulai Mantra Patronusnya sendiri.)
“Jangan Harry, jangan Harry, tolong jangan Harry!” teriak suara si wanita.
Apa pun yang tertinggal dari Harry mendengarkan dengan seluruh cahaya terkuras darinya, dalam kekosongan mati dalam hatinya, dan bertanya-tanya apakah si wanita mengira bahwa Lord Voldemort akan berhenti karena dia meminta dengan sopan.
“Minggir, wanita!” kata suara lengkingan dingin membakar itu. “Bukan untukmu aku datang, hanya si bocah.”
“Jangan Harry! Tolong тАж kasihanilah тАж kasihanilah тАж .”
Lily Potter, pikir Harry, sepertinya tidak memahami orang seperti apa yang menjadi Pangeran Kegelapan sebenarnya; dan jika ini adalah strategi terbaik yang bisa dia susun untuk menyelamatkan nyawa anaknya, itu adalah kegagalan terakhirnya sebagai seorang ibu.
“Aku beri kesempatan langka ini untuk pergi,” kata suara lengkingan itu. “Tapi aku tak akan menyusahkan diriku untuk menundukkanmu, dan kematianmu di sini tidak akan menyelamatkan anakmu. Minggir, wanita bodoh, jika kau memiliki sedikit pun akal sehat di dalam dirimu!”
“Jangan Harry, tolong jangan, bawa aku, bunuh aku saja!”
Benda kosong yang adalah Harry bertanya-tanya apakah Lily Potter benar-benar membayangkan bahwa Lord Voldemort akan mengatakan ya, membunuhnya, dan kemudian pergi meninggalkan putranya tak terluka.
“Baiklah,” kata si suara kematian, sekarang terdengar dingin terhibur, “Aku menerima tawaran itu. Dirimu untuk mati, dan anak itu untuk hidup. Sekarang jatuhkan tongkat sihirmu supaya aku bisa membunuhmu.”
Ada suatu kesunyian mengerikan.
Lord Voldemort mulai tertawa, tawa sombong mengerikan.
Dan kemudian, pada akhirnya, suara Lily Potter memekik dalam kebencian putus asa, “Avada keтАУ”
Suara mematikan itu selesai lebih dulu, kutukan itu cepat dan tepat.
“Avadakedavra.”
Satu pijar hijau membutakan menandai akhir dari Lily Potter.
Dan si bocah di dalam rumah itu melihatnya, mata itu, dua mata merah tua itu, seolah berpendar merah cerah, membara bagaikan matahari-matahari miniatur, mengisi seluruh pandangan Harry saat mereka mengunci pada dirinyaтАУ
*
Para anak lain melihat Harry Potter terjatuh, mereka mendengar Harry Potter menjerit, suatu jeritan tipis bernada tinggi yang terasa menusuk telinga-telinga mereka seperti pisau.
Ada satu kilatan perak cemerlang saat si Kepala Sekolah meneriakkan “Expecto Patronum!” dan phoenix membara muncul kembali.
Tapi jeritan mengerikan Harry Potter terus berlanjut dan berlanjut dan berlanjut, bahkan saat si Kepala Sekolah menggendong si bocah di tangannya dan membawanya menjauh dari si Dementor, bahkan saat Neville Longbottom dan Profesor Flitwick berdua pergi mengambil cokelat pada saat yang sama danтАУ
Hermione mengetahuinya, dia mengetahuinya saat dia melihatnya, dia mengetahui bahwa mimpi buruknya memang nyata, itu baru saja menjadi nyata, entah bagaimana itu baru saja menjadi nyata.
“Berikan cokelat padanya!” suara Profesor Quirrell memerintahkan, dengan sia-sia, karena sosok kecil Profesor Flitwick sudah melesat menuju ke arah tempat di mana si Kepala Sekolah berlari menuju para murid.
Hermione sendiri sedang bergerak maju, walau dia tidak tahu apa lagi yang harus dia lakukanтАУ
“Lemparkan Patronus!” teriak si Kepala Sekolah, saat dia membawa Harry di belakang para Auror. “Semua yang mampu! Lemparkan mereka di antara Harry dan Dementor! Dia masih memakan Harry!”
Ada saat kengerian membeku.
“Expecto Patronum!” teriak Profesor Flitwick dan Auror Goryanof, dan kemudian Anthony Goldstein, tapi dia gagal pada awalnya, dan kemudian Parvati Patil, yang berhasil, dan kemudian Anthony mencoba lagi dan burung peraknya melebarkan sayap-sayapnya dan berteriak ke arah si Dementor, dan Dean Thomas meraungkan kata-kata itu seolah mereka ditulis dalam huruf api dan tongkat sihirnya melahirkan seekor beruang putih tinggi; ada delapan Patronus yang membara seluruhnya dalam satu garis antara Harry dan si Dementor, dan Harry terus menjerit dan menjerit saat si Kepala Sekolah membaringkannya di atas rumput-rumput kering.
Hermione tak bisa melemparkan Mantra Patronus, jadi dia berlari ke arah di mana Harry terbaring. Di dalam pikirannya, sesuatu mencoba menebak berapa lama semua ini. Apakah sudah dua puluh detik? Lebih?
Ada suatu penderitaan dan kebingungan penuh ketakutan di wajah Albus Dumbledore. Tongkat hitam panjangnya ada di tangannya, tapi dia tak mengucapkan mantra apa pun, hanya melihat ke bawah ke arah tubuh Harry yang mengejang dalam kengerianтАУ
Hermione tak tahu apa yang harus dia lakukan, dia tak tahu apa yang harus dia lakukan, dia tak memahami apa yang sedang terjadi, dan penyihir terkuat di dunia juga sama bingungnya.
“Gunakan phoenixmu!” teriak Profesor Quirrell. “Bawa dia menjauh dari Dementor itu!”
Tanpa satu pun kata si Kepala Sekolah mengangkat Harry dalam tangannya dan menghilang dalam percikan-percikan api bersama Fawkes yang seketika muncul; dan Patronus si Kepala Sekolah berkedip menghilang, dari tempatnya menjaga si Dementor.
Kengerian dan kebingungan dan ceracau seketika.
“Tn. Potter harusnya pulih,” kata Profesor Quirrell, mengangkat suaranya, tapi nadanya tenang lagi sekarang, “aku pikir itu hanya sedikit di atas dua puluh detik.”
Kemudian phoenix putih membara itu muncul lagi, seolah dia melayang menuju mereka dari suatu tempat, menuju Hermione Granger datang makhluk sinar bulan itu, dan meneriakkan padanya dalam suara Albus Dumbledore:
“Dia masih memakannya, bahkan di sini! Bagaimana? Jika kamu tahu, Hermione Granger, kau harus memberitahuku! Beri tahu aku!”
Auror senior berbalik menatapnya, dan demikian juga banyak murid. Profesor Flitwick tidak berbalik, dia sekarang mengarahkan tongkat sihirnya pada Profesor Quirrell, yang mengangkat tangan-tangan yang jelas kosong.
Detik-detik berlalu, tak terhitung.
Hermione tak bisa mengingatnya, dia tak bisa mengingat mimpi buruk itu dengan jelas, dia tak bisa mengingat kenapa berpikir kalau itu mungkin, kenapa dia menjadi takutтАУ
Hermione sadar saat itu apa yang harus dilakukannya, dan itu adalah keputusan tersulit dalam hidupnya.
Bagaimana jika apa pun yang terjadi pada Harry, terjadi juga padanya?
Seluruh anggota tubuhnya sedingin kematian, pandangannya menjadi gelap, ketakutan meliputi segalanya; dia sudah melihat Harry mati, Mum dan Dad mati, seluruh temannya mati, semua orang mati, sehingga pada akhirnya, ketika dia mati, dia akan sendirian. Itulah mimpi buruk rahasianya yang tak pernah dia bicarakan dengan siapapun, yang memberi si Dementor kuasa atasnya, hal paling kesepian adalah untuk mati sendirian.
Dia tak ingin pergi ke tempat itu lagi, dia, dia tak mau, dia tak mau ada di sana selamanyaтАУ
Kamu memiliki cukup keberanian untuk Gryffindor, kata suara tenang milik si Topi Seleksi dalam ingatannya, tapi kamu akan melakukan apa yang benar dalam Asrama mana pun yang kuberikan padamu. Kamu akan belajar, kamu akan ada untuk teman-temanmu, dalam Asrama mana pun yang kamu pilih. Jadi jangan takut, Hermione Granger, putuskan saja di mana tempatmu тАж .